Isnin, 18 Ogos 2008

Cinta Tiada Ternilai (HARI KEENAM)

Selama beberapa hari ini aku tidak berkarya. Kenapa? Kerana aku terpaksa menumpukan seluruh komitmenku kepada debat yang telah berakhir semalam... Saat ku cuba untuk mencari kebenaran dan fakta-fakta, aku ter ingat satu cerita.Kisah cinta seorang manusia yang sangat muia dan.... dan... tiada tandingannya... Mungkin ada yang pernah mendengar kisah ini. Namun, ambillah ia sebagai renungan untuk kita bersama........

Kisahnya begini...

Pagi itu, walaupun langit sudahpun mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya. Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbahnya, "Wahai umatku,kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertaqwalah kepadaNya.
Kuwariskan dua perkara pada kalian;
Al-Quran dan Sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk ke dalam syurga bersama-sama ku. "Khutbah singkat diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu-persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghelakan nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang ,saatnya sudah tiba."Rasullullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat,tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang dalam keadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik yang berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang keringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. "Maafkanlah, ayahku sedang demam." Kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
"Siapakan itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya." Tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang."Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut." Kata Rasulullah.
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri , tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap sedia di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatangan mu." Kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" tanya Jibril lagi." Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khuwatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi sesiapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan roh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkn muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. " Siapakah yang sanggup,melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian, terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah,dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua seksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"-"Peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu. "Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukkan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya kebibir Rasulullah yang mulai kebiruan .
"Ummatii, ummatii, ummatii"- "Umatku, umatku, umatku". Dan berakhirlah hidup seorang manusia yang mulia yang memberi sinaran itu.
***********************************************************************************
Lihatlah rakan-rakan... Inilah cinta sesama manusia yang sangat agung. Ketika maut datang menjemput pun masih memikirkan tentang nasib umatnya. Mampukah kita cinta sepertinya???? Fikirkan... Perjalananku diteruskan ke hari terakhir, esok. Mampukah aku mencari cinta yang agung itu???

Tiada ulasan: